Hal-hal Tidak Enak Menjadi Guru
Jika Anda adalah seseorang yang baru lulus SMA dan ingin melanjutkan kuliah di fakultas pendidikan maka sudah tepat Anda membaca artikel ini. Atau jika anda adalah mahasiswa semester akhir jurusan keguruan yang ingin memutuskan menjadi guru atau tidak sebaiknya Anda juga membaca artikel ini dengan cermat sampai akhir.
Menjadi guru memang pekerjaan yang mulia. Jika Anda menjadi guru di lembaga pendidikan yang besar dan bonafit maka Anda juga akan mendapat penghasilan yang cukup besar. Apalagi jika Anda berstatus PNS atau ASN dan mendapat Tunjangan Profesi Guru maka Anda bisa percaya diri membeli mobil baru karena biaya angsuran tiap bulan aman terkendali.
Tapi jangan lupa bahwa banyak hal-hal yang tidak enak yang akan Anda rasakan jika Anda memutuskan menjadi seorang guru.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengendorkan semangat Anda atau membuat Anda pesimistik. Namun tulisan ini memberikan gambaran yang lengkap dan nyata mengenai hal-hal yang mungkin tidak dibayangkan oleh seorang calon guru. Tujuannya adalah apabila Anda kemudian nanti memutuskan menjadi seorang guru maka Anda sudah mengetahui semuanya dan siap menjalani profesi tersebut sepenuh hati dan penuh semangat.
Jangan Jadi Guru Jika Ingin Kaya
Sudah menjadi hal yang lumrah jika orang bekerja mempunyai niat agar menjadi kaya. Namun pekerjaan menjadi seorang guru mempunyai perbedaan yang unik. Bila sekedar ingin kaya sebaiknya jangan menjadi guru, karena guru adalah profesi panggilan hati, bukan sebuah usaha bisnis.
Guru bertanggung jawab atas nasib beberapa generasi. Guru adalah garda paling depan dalam proses pembentukan manusia, pembiasaan akhlak yang baik dan peningkatan kualitas pendidikan insan.
Selain itu - dan ini yang paling signifikan - gaji guru di Indonesia sangat kecil. Utamanya jika Anda belum menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN / PNS). Harus diakui bagi para guru ASN sekarang memang sudah bisa menikmati penghasilan yang cukup setiap bulan. Apalagi kalau sudah memenuhi syarat menerima tunjangan profesi. Namun untuk bisa menjadi ASN bukan sebuah perkara yang mudah. Walaupun Indonesia masih kekurangan banyak sekali tenaga pendidik namun formasi guru pada setiap ada seleksi penerimaan ASN terlalu sedikit bila dibandingkan dengan jumlah pelamar yang membludak.
Tidak Mudah Diterima Menjadi Guru
Anggap saja saat ini Anda telah diwisuda dan meraih gelar sarjana pendidikan ( S.Pd). Nilai Anda bukan yang terbaik dan bukan yang terburuk, rata-rata saja. Kemana Anda akan mengirimkan surat lamaran sebagai seorang guru?
Langkah pertama tentu saja Anda mencari informasi sekolah mana yang membutuhkan guru sesuai jurusan Anda. Kalau Anda tidak mempunyai kenalan atau kerabat guru tentu Anda akan kesulitan memperoleh kabar lowongan ini. Mengakses media yang menyajikan lowongan pekerjaan bisa menjadi alternatif, namun bjasanya sulit menemukan sesuai yang Anda cari.
Lalu Anda akan mencoba mendatangi sekolah-sekolah kecil terdekat. Surat lamaran mungkin akan diterima namun Anda akan diminta memberikan nomor telepon. Disuruh menunggu, bila suatu saat dibutuhkan Anda akan dihubungi.
Anggap saja Anda bernasib baik diterima di sekolah swasta kecil. Berapa gaji Anda sebagai tenaga honorer pemula? Sebagai gambaran di Jawa Tengah sekarang ini dengan status seperti itu jika Anda bisa membawa pulang Rp. 650.000 setiap bulan, itu sudah luar biasa. Asumsinya dengan honor sebesar itu berarti Anda sudah mendapat cukup banyak jam mengajar per minggu.
Enam ratus lima puluh ribu rupiah bagi seorang sarjana yang telah mengeluarkan biaya pendidikan puluhan juta dan menghabiskan waktu 4 tahun mencari ilmu adalah jumlah yang kurang pantas. Sekedar informasi bahwa Upah Minimum Regional (UMR) kabupaten-kabupaten di Jawa Tengah saat ini adalah 2 juta lebih. Artinya pekerja pabrik lulusan SMA, SMK dan MA memperoleh bayaran 3 kali lipat dari para sarjana pendidikan. Perlu diingat juga, angka 650 ribu tersebut hanya berlaku bagi para pendidik swasta yang mujur. Jauh lebih banyak yang digaji di bawah angka tersebut.
Terlalu Banyak Yang Harus Dilakukan Oleh Seorang Guru
"Kalau cuma mengajar itu masalah kecil" guru yang sudah mengajar 2,5 tahun biasa mengucapkan kalimat tersebut. Pernyataan tersebut bisa dikatakan tidak salah.
Faktanya saat seseorang sudah menjalani pekerjaan menjadi guru justru lebih banyak pekerjaan-pekerjaan lain yang lebih menyita waktu dan energi. Misalnya membuat administrasi, memberi motivasi pada siswa dan pekerjaan tambahan lain ( menjadi wakil kepala sekolah, bendahara dan wali kelas).
Mari kita berbicara dalam konteks guru yang bekerja di sekolah swasta kecil yang tidak terletak di kota besar. Pada sekolah-sekolah semacam itu minat orang tua dan anak-anak akan pentingnya pendidikan masih sangat minim. Mereka belum bisa mengharapkan masa depan yang baik dari pendidikan.
Menyekolahkan anak hanya sebuah rutinitas biasa karena kalau ada anak yang tidak bersekolah akan dianggap aneh. Biasanya jenjang pendidikan yang mereka jalani hanya sampai pada sekolah menengah pertama atau menengah atas. Sangat jarang yang melanjutkan sampai dengan kuliah di perguruan tinggi.
Melihat kenyataan di atas, maka yang diperlukan dari seorang guru bukan kepiawaianya dalam mengajar di ruang kelas dan bukan lengkapnya media pembelajaran yang dimiliki. Guru dituntut lebih peka dan peduli dalam mengobarkan semangat anak didiknya dalam usaha mencari ilmu. Cerita- cerita inspiratif dan kepribadian yang menyenangkan perlu lebih ditekankan agar anak-anak tergugah kesadarannya untuk menjadi manusia yang cerdas. Merubah pola pikir mereka bahwa pendidikan yang cukup adalah jalan terpercaya untuk menikmati kehidupan yang lebih layak. Karena tentu akan sia-sia saja kegiatan belajar mengajar di ruang kelas jika para murid tidak antusias dalam mengikutinya.
Bagi yang ingin menekuni dunia pendidikan perlu juga mengetahui bahwa urusan administrasi yang berkaitan dengan tugas guru juga sangat banyak. Sebagai contoh: mengisi jurnal kelas, jurnal guru, mencatat kehadiran siswa. Lalu ada yang namanya perangkat pembelajaran, antara lain analisa minggu efektif, menyusun silabus, membuat program tahunan, program semester dan rencana pembelajaran.
Yang berhubungan dengan evaluasi misalnya membuat soal penilaian harian, soal penilaian tengah semester, akhir semester dan akhir tahun. Masih ada lagi yaitu analisis penilaian dan pengolahan nilai menjelang penerimaan raport.Pekerjaan guru akan bertambah seiring dengan tugas tambahan yang diamanatkan pada diri Anda. Menjadi pembina OSIS atau wali kelas mewajibkan Anda mengadakan rapat-rapat koordinasi dengan siswa. Juga mengadakan banyak acara sesuai dengan program yang telah dirancang. Apalagi kalau Anda merangkap menjadi bendahara sekolah atau bendahara yang mengelola dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bisa-bisa tugas utama mengajar akan terbengkalai.
Tak Mudah Menjadi Guru Idealis
Konteks ini lebih erat kaitannya dengan masalah evaluasi atau penilaian siswa. Bila Anda mengajar di sekolah seperti kondisi yang disebutkan di bagian awal tulisan ini maka mau tidak mau Anda harus bersedia memberikan nilai yang sebenarnya tidak sesuai dengan kemampuan siswa tertentu.
Siswa yang kemampuannya hanya layak memperoleh nilai 45 pada mata pelajaran IPA misalnya terpaksa harus diberi nilai 75. Kenapa? Karena Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah untuk pelajaran IPA adalah 75.
Apalagi pada masa pandemi seperti ini dimana proses belajar mengajar hampir 80% dilakukan dengan jarak jauh (daring) bisa dikatakan bahwa sebagian besar nilai yang diberikan oleh guru adalah hasil mengarang saja. Ini terjadi karena faktanya banyak anak yang tidak mengumpulkan tugas secara lengkap sehingga apabila dinilai apa adanya maka hasilnya pasti di bawah KKM.
Saat masih diberlakukan Ujian Nasional tentu Anda juga pernah mendengar berita tentang kecurangan Ujian Nasional tersebut. Kecurangan yang dimaksud adalah guru membocorkan soal kepada murid atau guru membantu murid dalam menjawab soal ujian.
Saat ini Ujian Nasional memang sudah dihapus. Namun ada penggantinya yang "sejenis", namanya AN (Assesmen Nasional). Nilai AN memang bukan syarat kelulusan siswa, tapi tentu saja sekolah akan malu jika memperoleh nilai AN buruk. Bukan tidak mungkin para guru akan "dihimbau" oleh kepala sekolah agar "membantu" siswa mendapatkan nilai AN bagus.
Sulit menjadi seorang guru idealis berikutnya berkenaan dengan biaya pendidikan. Keuangan sekolah swasta kecil tidak akan berjalan mulus jika hanya mengandalkan dana BOS. Sekolah gratis hanya menjadi slogan saja. Lalu sekolah nekat menarik pembayaran dari orang tua siswa, apapun nama dan alasannya.
Perkara muncul saat banyak siswa yang miskin tidak mampu melunasi tunggakan-tunggakan. Maka tugas guru, terutama wali kelas harus tega menagih pembayaran pada para siswa tidak mampu tersebut ( sebenarnya hati nurani memberontak, tapi apa daya).
Kejadian mengharukan sering terjadi saat pengambilan raport. Orang tua siswa sudah datang untuk mengambil raport anaknya tapi ternyata masih punya banyak tunggakan. Padahal salah satu syarat bisa mengambil raport adalah semua urusan admisnistrasi sudah beres.
Itu adalah beberapa hal tidak enak yang mungkin akan Anda rasakan saat Anda menjadi guru kelak. Artikel ini hanya memberi gambaran sisi-sisi lain dari pekerjaan seorang pendidik. Sebenarnya masih banyak hal lain yang berkaitan dengan kritik terhadap pendidikan di Indonesia, namun untuk saat ini cukup ini dulu. Tetap semangat dan carilah informasi lebih banyak lagi.
Posting Komentar