Kritik Terhadap Sistem Pendidikan di Indonesia Yang Merugikan Siswa
Sudah tak terhitung kurikulum pendidikan di Indonesia diubah-ubah. Buku-buku pelajaran juga selalu mengalami revisi. Perubahan sistem pendidikan tersebut dilakukan dengan maksud untuk melakukan perbaikan-perbaikan.
Namun hasil nyata dari sistem pendidikan nasional sepertinya membutuhkan waktu yang sangat lama agar terwujud.
Jangankan menghasilkan putra-putri bangsa yang menjadi ilmuwan dunia, menyadarkan para murid agar disiplin dan patuh pada gurunya saja masih merupakan pekerjaan berat
Lalu apa kritik terhadap sistem pendidikan di Indonesia agar terjadi perbaikan?
Berikut ini adalah beberapa kritik terhadap sistem pendidikan nasional kita yang merugikan siswa.
1. Kurikulum pendidikan tanpa mempertimbangkan karakter tiap sekolah
Maksudnya adalah meskipun sama-sama SMP namun mestinya dibedakan standarnya antara SMP di kota besar yang sudah maju dengan SMP yang ada di pedesaan atau daerah terpencil. Coba Anda bayangkan bagaimana anak-anak desa yang berangkat sekolah saja malas-malasan dituntut agar bisa membuat makalah lalu mempresentasikan?
Bagi siswa-siswa yang tinggal di perkotaan mungkin ini tidak terlalu menyebabkan masalah karena kebanyakan mereka sudah sering diajari orang tuanya untuk berbicara menggunakan bahasa Indonesia secara panjang lebar. Orang tua anak-anak kota juga terpelajar dan sangat mementingkan kualitas pendidikan anak-anak mereka.
Tentu saja jika penilaian dilakukan secara jujur nilai anak-anak desa tersebut relatif lebih rendah. Sebagai contoh mata pelajaran bahasa Inggris, tentu saja mapel ini dinilai bagus karena itu merupakan mapel yang "penting".
Namun materi dan kompetensi dasar yang diajarkan mestinya disesuaikan dengan kondisi peserta didik. Singkatnya: harusnya anak-anak dari SMP pinggiran itu diberikan pelajaran bahasa Inggris yang lebih sederhana dengan kompetensi dasar yang lebih sedikit.
2. Ujian Nasional
Beberapa waktu yang lalu negara ini memberlakukan Ujian Nasional. Mungkin agar berkesan "nasional" maka sistem penilaian dengan Ujian Nasional itu lalu disamakan. Soal atau pertanyaannya memang tidak sama persis namun standarnya tetap disamakan. Ini juga merugikan murid di daerah pedesaan karena jelas kemampuan mereka berada jauh dibanding dengan anak-anak kota.
Untung sekarang Ujian Nasional dihapus. Tapi sebagai penggantinya diadakan AN ( Assesmen Nasional) untuk kelas 5, 9 dan kelas 11. Materi yang diujikan adalah literasi dan numerasi. Dua materi ini tidak diajarkan secara langsung dan bukan merupakan materi pelajaran.
Apa yang terjadi berikutnya?
Para siswa diminta membeli buku yang berisi latihan literasi dan numerasi. Lalu diadakan pelajaran tambahan di luar jam pelajaran reguler.
Bahkan pada masa pandemi dimana seharusnya diberlakukan belajar daring dan pembelajaran tatap muka tidak boleh dilakukan tetapi banyak sekolah-sekolah yang melakukan pembelajaran tatap muka dan melakukan drill atau melatih siswa hanya untuk mengerjakan soal-soal Assessment Nasional ini.
Tidak lain tidak bukan tentu saja maksudnya adalah agar nilai Assessment Nasional yang diperoleh sekolah tersebut menjadi bagus sehingga menambah gengsi sekolah.
3. Mau masuk SD harus lolos ujian seleksi
Peraturan mengatakan bahwa untuk sekolah dalam jenjang pendidikan dasar misalnya SD dilarang melakukan ujian seleksi bagi calon siswa baru. Namun nyatanya banyak SD favorit yang mengadakan ujian saringan bagi calon murid.
SD tersebut lalu dipenuhi dengan siswa-siswa yang sudah "sangat pandai" sejak TK, umumnya adalah anak-anak orang berharta meski tempat tinggalnya tidak dekat.
Yang dirugikan siapa?
Pasti para siswa dari keluarga sederhana yang bermukim di dekat SD tersebut. Mereka harus bersekolah di sekolah yang mau menerima mereka walaupun lokasinya jauh dari rumah mereka.
Anak-anak yang diterima di SD favorit sebenarnya juga dirugikan karena sejak TK mereka harus sudah banyak belajar membaca, menulis, menghapalkan doa-doa dan surat-surat pendek Alqur'an. Mereka harus melakukan itu karena bersekolah di TK yang juga favorit dan mahal.
Jangan lupa bahwa calistung( membaca, menulis, berhitung) sebenarnya dilarang diajarkan saat pendidikan anak usia dini.
Inilah akhir dari beberapa kritik terhadap sistem pendidikan di Indonesia utamanya yang merugikan siswa.
Posting Komentar