Fakta di Lapangan Bukti Pendidikan Indonesia Mundur

Ada fakta yang terjadi di lapangan yang akan membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia mengalami kemunduran yang drastis. Bukti ini didapat dari pengalaman pribadi dan informasi yang didapat dari rekan-rekan sejawat atau guru. Jelas tidak semua fakta ini terjadi di semua lembaga pendidikan, namun untuk sekolah dengan kondisi yang mirip kemungkinan besar juga mengalami hal yang sama.

Sekarang ini nilai anak-anak sekolah sangat bagus-bagus padahal kemampuannya begitu-begitu saja. Belum lagi akhlaknya, lumayan parah jika dibandingkan dengan anak-anak sekolah sekitar 10 tahun yang lalu. Misalnya dalam hal sopan santun terhadap guru, semangat belajar dan kejujuran.

Dari hasil investigasi di lapangan didapatkan data mengenai apa yang berubah dengan kondisi pendidikan di  Indonesia saat ini.

Berikut ini adalah beberapa fakta sebagai bukti bahwa mutu pendidikan di Indonesia telah turun dengan drastis.

KKM tinggi karena tuntutan

KKM adalah adalah singkatan dari Kriteria Ketuntasan Minimal. Bahasa mudahnya adalah nilai paling sedikit yang harus diraih siswa bila dia ingin disebut telah tuntas dalam mata pelajaran tertentu.

Sebagai gambaran dulu bila ada murid yang mendapatkan nilai 5 maka di raport nilai dengan angka lima tersebut akan ditulis merah. Kalau 6 ke atas akan ditulis dengan tinta hitam. Anak-anak sekolah atau orang tua murid pada zaman itu biasa bertanya : 'merahmu berapa?".

Yang terjadi sekarang  adalah banyak sekolah yang dengan seenaknya menjadikan KKM mata pelajaran yang tergolong sulit (bahasa Inggris misalnya) dengan nilai 8. Bagi yang tahu pasti bisa menguji apakah kemampuan seorang siswa memang layak mendapat nilai 8 atau tidak. Minta saja dia mengartikan sebuah teks recount sederhana (untuk siswa SMP/MTs) kemungkinan besar lebih banyak dari mereka yang geleng-geleng kepala. Itu dalam hal sistem pembelajaran dalam konteks penilaian.

Alasan lain dari pihak sekolah dengan menaikkan KKM adalah demi membantu para siswa agar dapat diterima di jenjang sekolah yang lebih tinggi. Ini juga untuk meningkatkan kredibilitas sekolah di mata masyarakat. Jika banyak lulusan sekolah tersebut dapat diterima di sekolah-sekolah favorit maka kepercayaan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut lebih tinggi.

Keseriusan belajar dikorbankan agar menarik bagi siswa

Keseriusan apa yang dikorbankan? Guru dituntut membuat alat peraga semenarik mungkin untuk para siswa. Ini artinya guru harus melayani dan bisa membuat siswa antusias.

Benar bahwa tugas seorang guru adalah memfasilitasi siswa dalam mencari ilmu. Namun mestinya tidak segitunya. Dengan tuntutan seperti itu, guru telah susah payah membuat media pembelajaran paling-paling siswa hanya akan tertarik untuk 1 atau 2 pertemuan saja. Setelah itu mereka akan malas lagi mengikuti pembelajaran. Baru nanti kalau sudah ada media pembelajaran baru mereka akan antusias lagi. 

Apa bedanya dengan sistem pembelajaran di Indonesia dulu?

Tanpa membawa media pun anak-anak sangat menghormati dan menghargai gurunya. Jadi saat pembelajaran berlangsung suasana kelas akan sangat kondusif, anak-anak tidak berani berbuat seenaknya.

Terlalu santai berikutnya adalah tidak ada tugas hapalan. Hapalan memang kurang bagus, prinsip yang dianut sekarang adalah yang penting anak mengerti konsepnya. Itu teori pembelajaraan saat ini. Betul namun tidak sepenuhnya benar.

Hapalan perkalian 1 sampai 10, hapalan dialog bahasa Inggris dan bahasa lain, hapalan pelajaran sejarah dan lain-lain tentu masih termasuk wajib hukumnya. Model belajar seperti itu sekarang tidak diterapkan dengan alasan katanya siswa tidak akan mau dan membutuhkan waktu terlalu lama. Kalau disuruh hapalan kasihan karena terlalu berat.

Yang bisa disebut mengorbankan keseriusan lagi adalah terlalu seringnya tugas kelompok. Empat anak dalam kelompok itu misalnya akan mendapatkan nilai yang sama. Padahal yang mengerjakan hanya satu atau dua anak saja. Anak yang lain mendapat nilai bagus juga tapi tidak mengalami pengalaman belajar apa-apa apalagi tambahan ilmu.

Sebenarnya masih ada beberapa contoh lain berkaitan dengan kurang seriusnya sistem pembelajaran di Indonesia saat ini.

Misalnya menerjemahkan teks bahasa Inggris menggunakan aplikasi terjemahan. Memang mempermudah, tapi usaha dan hasilnya masih banyak yang asal-asalan.

Tidak lulus dan naik 100% adalah aib

Ini model apa lagi? Bukankan ada klausul yang mengatakan siswa bisa dinaikkan bila bla bla bla. Demikian juga dengan standar kelulusan. Namun pada kenyataannya semua anak harus dinaikkan dan diluluskan. Nilai kan hak prerogatif gurunya. Asal masih ada nafasnya naik.

Selama jantung masih berdetak mereka harus LULUS. Ada alasannya kenapa sekolah-sekolah melakukan ini. Pertama kepala sekolah akan malu bila dan disemprot atasan bila ada siswanya yang tidak naik. Tidak hanya itu, kepala sekolah justru akan disalahkan karena ada anak yang tidak naik. Kalau di level sekolah guru sekedar mengikuti perintah kepala sekolah saja. Kalau dia minta semua dinaikkan ya guru akan membuat nilai yang memungkinkan semua siswa naik kelas. Untuk masalah kelulusan malah lebih luas lagi karena levelnya minimal sudah tingkat kabupaten.

Bila di kabupaten A tingkat kelulusannya tidak 100% maka sang bupati akan malu dan mencak-mencak. Karena itu sebelum pelaksanaan Ujian Nasional sang bupati "memotivasi" kepala dinas dan para kepala sekolah agar sukses lulus 100%. Alasan lain adalah kasihan pada siswa. Bila tidak naik mereka akan malu, pindah sekolah atau bahkan tidak mau melanjutkan sekolah lagi. Wow !

Coba kalau tidak percaya silakan bertanya pada orang-orang generasi beberapa tingkat di atas kita. Saat itu biasa saja ada beberapa anak yang tidak naik atau tidak lulus. Mereka santuy aja tinggal kelas, mengulang, berteman dengan mantan adik kelas dan malah banyak yang semakin pintar. Kan tinggal mengulang pelajaran yang sama.

Yang baru saja Anda baca adalah contoh-contoh kenyataan yang berperan dalam penyebab mundurnya pendidikan di Indonesia. Karena itu jika ingin menjadi guru coba dipikir ulang lagi karena banyak hal-hal yang tidak enak menjadi guru. Apakah temuan ini sama dengan yang Anda rasakan? Mari berdoa agar kondisi sistem pembelajaran di Indonesia segera membaik. Untuk anak-anakku tetaplah menjadi manusia baik ya.